Oleh: Dr. Noviardi Ferzi, SE.MM
Pagi itu tenang, sinar mentari terasa lembut tidak panas seperti biasanya, ketika tiba – tiba hand phone berbunyi saya maklum, dan benar saja yang telpon paman Fahri teman dari teratai menanyakan posisi sudah dimana. Sambil bergurau saya menjawab sudah di sungai buluh meski sebenarnya posisi mobil yang saya tumpangi sudah masuk ke lorong rumah yang bersangkutan.
Ya pagi itu saya dan beberapa kawan dari kelurahan teratai janjian untuk mancing di sungai Batanghari yang menjadi beranda belakang kelurahan Teratai di Muara Bulian. Sebagai persinggahan saya mampir ke rumah te Ali salah seorang tokoh masyarakat Teratai, karena saya dan paman Fahri adik kandung beliau mau menjemput ransum makan siang di atas ketek (perahu) nanti.
Sembari menunggu ransum adrenalin memancing saya memuncak, ketika sambil bergurau te Ali menunjuk kantong kresek yang berisi udang galah yang ukurannya cukup Jumbo.
” Lihat nih hasil pancingan saya besar udangnya, ungkap pria yang saya sapa pak Sekwan tersebut, kamipun tertawa karena sebenarnya udang besar dalam kresek itu baru diantar oleh salah seorang kerabatnya yang memang berprofesi sebagai pencari ikan di aliran Batanghari. “
Singkat cerita kamipun bergerak ke Sungai dimana ketek sudah menunggu, disana sudah ada Ndek Yakin yang berbaik hati meminjamkan perahunya untuk memancing, lalu ada Hendri sang penganten baru, terus ada beberapa kawan lagi yang semuanya anak kelurahan Teratai.
Acara memancing pun dimulai, namun dasar pemancing pemula ataupun karena telah menempuh perjalanan jauh dari Jambi, perut terasa keroncongan, maka ransum yang telah dimasak oleh istri paman Fahri yang baik hati langsung di santap.
Makan di atas ketek yang bergoyang memberi sensasi yang berbeda dari biasanya, ditambah lauk yang nikmat tiada tara, ikan asin, sambal mentah, dadar telur, rebus daun ubi, timun dan lalapan jengkol membuat saya menambah nasi hingga dua kali, sesuatu yang sangat jarang bisa saya lakukan sejak usia 40 an seperti sekarang.
Acara mancing sendiri saya mulai dengan teknik casting dengan harapan dapat membawa ke atas ikan sengarat atau lais, namun dengan kondisi air yang tinggi dan keruh berwarna coklat karena hujan, jenis ikan ini jarang naik ke permukaan. Namun bagi saya ini tak masalah karena bisa melempar joran ke sungai sudah menghilangkan sedikit candu yang lama tidak tersalurkan.
Tiba – tiba ada teriakan dari buritan ketek, bang Nov dapat, ungkap Ndek Yakin, owalah ternyata teman ada yang berhasil mengangkat sebuah udang cukup besar. Jam – jam berikutnya cukup banyak udang yang berhasil kami dapatkan.
Hari itu saya merasa senang bisa lepas dari rutinitas hari – hari yang membosankan, bagi kami yang tinggal di perkotaan bisa naik perahu, memancing sesuatu pengalaman yang cukup luar biasa, apalagi kami juga sempat naik ke sebrang untuk memanen pepaya, milik bang Mail salah seorang warga Teratai yang via telp telah memberi izin untuk memanen hasil kebunnya yang luas.
Di perjalanan pulang sekelumit saya berfikir jika acara memancing bisa kita jual sebagai paket wisata akan sangat membantu masyarakat disana, sungguh sebagai konsultan yang sering diminta mendesain sebuah event saya melihat potensi besar itu YA.. terakhir sebelum turun dari perahu saya sempat menyalami anak yang mengemudikan ketek, sekilas saya melihat mesin ketek mengantar kami merk-nya YA – MAHA lho…jangan tak percaya, wassalam. (*)
Discussion about this post