Oleh: Fikran Jamil*
Pandemi Covid-19 sangat berdampak buruk pada semua sektor, pandemi ini juga telah menciptakan efek domino dari masalah kesehatan menjadi masalah sosial dan masalah ekonomi, banyak negara yg mengalami pelemahan pertumbuhan ekonomi termasuk Indonesia, kondisi ini memicu kekhawatiran akan terjadinya Resesi Ekonomi.
Lalu apa itu resesi ekonomi?
Dalam ekonomi makro Resesi atau disebut dengan kemerosotan yaitu keadaan dimana produk domestik bruto (GDP) menurun atau pada saat pertumbuhan ekonomi ini bernilai negatif selama dua kuartal atau lebih dalam satu tahun.
Artinya, jika terjadi resesi di sebuah negara, ekonomi menghadapi kesulitan, orang-orang akan banyak kehilangan pekerjaan, perusahaan membuat lebih sedikit produksi dan penjualan dan output ekonomi sebuah negara tersebut secara keseluruhan menurun.
Lalu, apa yg menjadi indikator jika sebuah negara mengalami resesi ekonomi?
Yang pertama terjadi ketidakseimbangan antara produksi dengan konsumsi, pertumbuhan ekonomi lambat bahkan merosot selama dua kuartal terturut-turut, lalu nilai impor jauh lebih besar dibandingkan nilai ekspor, terjadi inflasi atau deflasi yang tinggi, dan tingkat pengangguran tinggi.
Pada saat ini negara-negara besar sudah banyak yang mengalami Resesi Ekonomi akibat dari Pandemi Covid-19, negara adidaya seperti Amerika Serikat sudah mengalami resesi setelah pada quartal I-2020 mengalami pelemahan pertumbuhan ekonomi sebesar -5%, dan pada quartal II-2020 sebesar -32,9%, lalu Jerman pada quartal I-2020 sebesar -2%, pada quartal II-2020 sebesar -10,1%, lalu Hongkong pada quartal I-2020 sebesar -9,1% dan pada quartal II-2020 sebesar -9%, kemudian Korea selatan pada quartal I-2020 sebesar -1,3% dan quartal II-2020 sebesar -3,3%, negara tetangga Singapura pun ikut mengalami resesi ekonomi setelah pada quartal I-2020 mengalami pelemahan pertumbuhan ekonomi sebesar -0,7% dan pada quartal II-2020 sebesar -12,6%.
Berkaca pada negara-negara besar diatas, lalu bagaimana dengan Indonesia, Indonesia sendiri pada quartal I tahun 2020 ini mengalami penurunan pertumbuhan ekonomi secara drastis yg mana sebelumnya pada quartal IV tahun 2019 lalu tumbuh sebesar 4,97%, meskipun tidak mendapatkan nilai yang minus namun ini merupakan pertumbuhan paling rendah sejak tahun 2001 yaitu sebesar 2,97%, kemudian pada hari Rabu 5 Agustus kemarin kepala BPS mengumumkan kembali pertumbuhan ekonomi Indonesia pada quartal II-2020
yaitu terjadi kontraksi atau minus sebesar -5,32% yang mana seluruh komponen kompak mengalami pertumbuhan negatif, konsumsi rumah tangga, investasi, belanja pemerintah, serta ekspor dan impor, hasil ini juga merupakan kontraksi paling rendah sejak tahun 1999 lalu.
Meskipun Indonesia saat ini belum bisa dikatakan mengalami Resesi Ekonomi seperti negara lain karena belum mengalami kontraksi atau minus pertumbuhan ekonomi dua kali berturut-turut, Indonesia harus tetap berusaha menaikkan pertumbuhan ekonomi kembali pada kuartal ketiga.
Pada kuartal III-2020 mendatang menjadi pertaruhan untuk Indonesia apakah bisa terjadi recovery atau malah sebaliknya.
Lalu, apa yg harus dilakukan pemerintah untuk kuartal III-2020 ini untuk mengantisipasi terjadinya Resesi Ekonomi,
pemerintah harus memperbaiki dan memperkuat jaring pengaman sosial (social safety net) baik dalam bentuk bantuan sosial maupun bantuan tunai, kemudian pemerintah perlu menambah dukungan kepada dunia usaha, seperti subsidi bunga untuk UMKM, penjaminan kredit modal kerja, serta insentif kerja, dan juga tidak lupa perbaikan dari sektor ekspor dan impor.
Kita berharap Indonesia mampu melewati masa sulit ini, meskipun ditengah pandemi Covid-19 ini.
Penulis: Koordinator Wilayah 2 Ikatan Senat Mahasiswa Ekonomi Indonesia (ISMEI) Universitas Jambi
Discussion about this post